Rabu, 16 November 2011

penyebab anak menjadi durhaka


PENYEBAB ANAK MENJADI DURHAKA
 ada 7 hal faktor penyebab anak menjadi durhaka...
sebaiknya kita pelajari agar kita lebih bijak dalam mendidik mereka
Pertama:
Hilangnya kekuatan AGAMA dan lemahnya IMAN
Seorang hamba apabila mengerjakan dosa atau kemaksiatan dan dia tidak takut kepada Allah, maka dia membuka pintu kejelekan dan kefasikan untuk dirinya. Dosa-dosanya tersebut menjadi sebab kebinasaannya apabila dia tidak bertobat. Termasuk akibat dosa-dosanya tersebut dia menyakiti orang tuanya karena dia mendapati kegalauan hati, kegelapan hati, hitamnya wajahnya dan kerasnya hati yang membawanya untuk berbuat durhaka.



Ibnu Abi ad-Dunya berkata dalam buku Dzammul Muskir, 'Menyampaikan kepadaku Suwaid bin Sa'id dengan berkata, menceritakan kepadaku al-Hasan –seorang lelaki dari kota Basrah- dengan berkata, seseorang menyampaikan kepadaku bahwasanya dia melihat dalam mimpinya bahwa Allah telah mengampuni orang-orang di Arafah kecuali seorang lelaki dari desa ini. Orang yang bermimpi tersebut berkata, Akupun mendatangi tempat berkemah mereka dan aku bertanya tentang mereka sehingga mereka menunjukkan kepadaku tenda lelaki tersebut. Aku mendatanginya dan aku menyampaikan mimpiku. Aku berkata,"Katakan kepadaku apa dosamu". Dia berkata, "Aku seorang yang suka minum khamer dan ibuku senantiasa melarangku. Aku tiba di rumah dalam keadaan mabuk. Ibuku ingin mengangkatku, maka aku mengangkatnya hingga ku letakkan ia di atas tungku oven yang menyala".[1]
Lihatlah kepada akibat kemaksiatannya yang mewariskan kepada dirinya kejahatan dan celaan wal 'iyadzu billah. Dan tidaklah dia mengerjakan ini kecuali karena kehilangan kekuatan agama dan kelemahan iman. Rasulullah bersabda, "Iman mengikat pembunuhan, seorang mukmin tidak membunuh".[2]
Keimanan adalah penghalang untuk durhaka dan kehilangan kekuatan agama atau lemahnya agama menjadi penyebab terbesar terjerumusnya seseorang ke dalam dosa dan kemaksiatan.
Kedua:
Jeleknya pendidikan.
Pendidikan anak menjadi kewajiban orang tua dan merupakan amanah besar yang wajib dipelihara. Apabila kedua orang tua menyepelekan pendidikan anak di waktu kecil dan tidak baik dalam mengajari anak-anak ilmu agama dan tidak mengarahkan kepada pendidikan agama terutama shalat, akhlak mulia dan adab-adab yang baik, niscaya orang tua akan mendapati anaknya durhaka ketika dewasa. Sehingga seorang penyair berkata:
Menyepelekan pendidikan anak adalah kejahatan
Yang akan kembali kepada orang tua dengan bencana.
Para ahli hikmah berkata: Barangsiapa mengajari anaknya adab di waktu kecil, anaknya akan menggembirakannya ketika dewasa.
Seorang bapak bertanggung jawab dengan pendidikan anaknya dengan mengajari mereka al-Qur'an, shalat, mencintai Rasulullah dan bertaqwa kepada Allah. Ketika anak lelaki atau perempuan menginjak remaja dan kedua orang tuanya tidak mengajari mereka agama dan akhlak maka kedurhakaan dari mereka sangat gampang dan banyak terjadi. Balasan adalah bagian dari jenis amalan.
Barangsiapa meninggalkan tanamannya tanpa dirawat, niscaya dia tidak akan memanen apapun dari tanamannya.
Sa'id bin al-'Ash berkata, "Jika aku telah mengajari anakku al-Qur'an dan menghajikannya dan istrinya sungguh aku telah memenuhi haknya, tinggallah hakku atasnya".[3]
Seorang penyair berkata:
Ajarkan kepada anak-anakmu adab di waktu kecil
Agar sejuk pandangan matamu terhadap mereka ketika dewasa
Sesungguhnya semisal adab yang engkau kumpulkan
Di masa kanak-kanak seperti mengukir di atas batu
Dia adalah perbendaharaan yang berkembang tabungannya
Dan ia tidak dikhawatirkan akan hancur karena bencana
Ketika seorang bapak meninggalkan anak-anaknya dengan sengaja, sungguh dia telah memutuskan hubungan dengan anak-anaknya secara fisik atau harta atau maknawi atau bahkan sampai memutus menanyakan keadaan mereka, maka mereka dalam kondisi semacam ini kehilangan perasaan dan keterkaitan terhadap sang bapak yang membawa kepada sebagian anaknya untuk durhaka. Di sana ada seorang lelaki pergi meninggalkan anak-anaknya dalam waktu yang lama lalu menikah dengan wanita lain dan hidup dengan istrinya tersebut jauh dari anak-anaknya. Setelah anak-anaknya dewasa kemudian lelaki tersebut mendatangi mereka setelah waktu yang begitu lama, dia berusaha mendekati anak-anaknya akan tetapi mereka mengingkarinya terlebih lagi dia telah tua renta. Mereka tidak kuat menanggungnya dan kehidupan mereka terasa terhimpit dengan adanya bapak mereka sehingga mereka menitipkan bapak mereka di panti jompo. Sungguh jelek apa yang dilakukan bapak tersebut dan sungguh jelek apa yang dilakukan anak-anak tersebut.
Aku berkata, bapak adalah ayah. Kedua orang tua adalah ibu bapak. Dan bapak adalah setiap orang yang menjadi sebab adanya sesuatu atau menjadi baiknya sesuatu atau nampaknya sesuatu.[4]
Barangsiapa yang demikian di dalam perbaikan, pendidikan, pemeliharaan, penjagaan dan memberi nafkah maka selayaknya untuk melaksanakan kewajibannya dari tanggung jawab yang disematkan pada pundaknya. Maka karena inilah dia dinamakan bapak.

Ketiga:
Membedakan anak dalam pemberian.
Alangkah indahnya perbuatan adil. Bukankah tegaknya langit dan bumi tidak lain karena keadilan?. Sesungguhnya termasuk kewajiban kedua orang tua terhadap anak-anaknya untuk berlaku adil terhadap mereka dalam hadiah, pemberian dan kasih sayang bahkan dalam memberi ciuman. Membedakan di antara mereka menimbulkan pengaruh negative pada saudara-saudaranya.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ نَحَلَنِى أَبِى نُحْلاً ثُمَّ أَتَى بِى إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِيُشْهِدَهُ فَقَالَ: أَكُلَّ وَلَدِكَ أَعْطَيْتَهُ هَذَا. قَالَ لاَ. قَالَ: أَلَيْسَ تُرِيدُ مِنْهُمُ الْبِرَّ مِثْلَ مَا تُرِيدُ مِنْ ذَا. قَالَ بَلَى. قَالَ: فَإِنِّى لاَ أَشْهَدُ
Dari an-Nu'man bin Basyir berkata, bapakku memberiku pemberian kemudian membawaku ke hadapan Rasulullah untuk mempersaksikannya di hadapan Rasulullah. Maka Rasulullah berkata, "Apakah semua anakmu kamu beri ini?". Dia menjawab, "Tidak". Rasulullah berkata, "Bukankah kamu menginginkan bakti mereka sebagaimana kamu menginginkannya dari ini?". Dia menjawab, "Ya". Rasulullah berkata, "Sungguh aku tidak ingin menjadi saksi".[5]
عن النعمان بن بشير قال: قال النبي اعدلوا بين أولادكم في النحل كما تحبون أن يعدلوا بينكم في البر و اللطف
Dari an-Nu'man bin Basyir berkata, Nabi bersabda, "Berlaku adillah terhadap anak-anak kalian dalam pemberian, sebagaimana kalian suka mereka berlaku adil terhadap kalian dalam berbakti dan bersikap lembut".[6]
Oleh kerena itu Rasulullah menganggap pemberian yang tidak sama antar anak tersebut sebuah kedhaliman dan cukuplah hukuman perbuatan dhalim dengan kegelapan pada hari kiamat. Allah berfirman, "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar". (QS. An-Nisa': 9).
Al-'Allamah Ibnul Qayyim berkata, "Rasulullah memerintahkan untuk berlaku sama dalam memberikan pemberian kepada anak-anak. Dan Rasulullah memberitahukan bahwa mengkhususkan sebagian anak dengan pemberian adalah kedhaliman yang tidak benar, tidak boleh dipersaksikan perbuatan semacam ini dan memerintahkan orang yang melakukannya untuk mengambil kembali pemberiannya dan menasehati serta memerintahkannya untuk bertakwa kepada Allah. Rasulullah juga memerintahkannya untuk berlaku adil karena hal ini menjadi sarana yang nyata kepada terjadinya permusuhan antara anak dan terputusnya silaturahmi di antara mereka sebagaimana ini bisa kita saksikan secara nyata dalam masyarakat.
Berapa banyak para bapak yang mengutamakan anak lelaki dibanding perempuan atau sebaliknya atau anak kecil daripada yang tua atau anak-anak istri kedua bukan  anak-anak istri yang pertama, semisal bapak yang tidak baik terhadap anak-anaknya ini telah menjerumuskan dirinya dalam kedhaliman dan menyeretnya dalam kebinasaan. Dia berperan untuk merusak keluarganya dan terpecahnya anggota keluarga disertai adanya permusuhan antara sesama saudara dan ini membawa kepada kedurhakaan mereka kepadanya di masa hidupnya dan setelah matinya.
Apakah ibu harus adil kepada  anak?
Ibnu Qudamah berkata, "Ibu dilarang untuk membedakan antara anak dalam pemberian sebagaimana bapak karena sabda Rasulullah, "Bertakwalah kalian kepada Allah dan berlakulah adil di antara anak-anak kalian". Karena ibu adalah salah satu dari kedua orang tua sehingga dilarang untuk membedakan anak-anaknya dalam pemberian sebagaimana bapak, karena apa yang diperoleh dengan pengkhususan bapak terhadap sebagian anaknya dari hasad dan permusuhan terdapat pula pada pengkhususan ibu sebagian anaknya, maka tetaplah bagi ibu hukum bapak dalam hal ini.[7]
Membedakan anak dalam ciuman.
Ibrahim an-Nakha'i berkata, "Mereka dahulu mensunnahkan untuk berlaku adil terhadap anak-anak kalian sampai pada ciuman".
Aku berkata, Ini adab yang tinggi dan ini termasuk akhlak mulia para salaf yang seandainya kita melaksanakannya niscaya kita akan memetik buah bakti anak. Renungilah hadits Nabi, "Bukankah kamu menginginkan bakti mereka sebagaimana kamu menginginkannya dari ini?".
Al-Hafidz berkata, "Di dalam hadits terdapat sunnah untuk menyatukan para saudara dan meninggalkan hal yang menyebabkan mereka terjatuh dalam permusuhan atau mewariskan kedurhakaan terhadap para bapak".[8]

Keempat:
 Mendidik dengan hinaan, kekerasan dan pukulan.
Sebagian para bapak terkadng melampaui batas dalam mendidik anak-anaknya. Kadang dia memukul, bersikap keras, mencela dan menghina, juga berlebih-lebihan dalam memberikan hukuman. karena  hal ini justru akan mendorong anak untuk durhaka dan tidak mentaatinya.
Para bapak tersebut lupa bahwa kelembutan adalah akhlak yang mulia dan kasih sayang, sikap halus dan lembut adalah suatu keharusan dalam pendidikan yang benar. Di dalam hadits shahih dari Anas berkata, "Aku tidak melihat seseorang yang sangat menyayangi keluarganya dari pada Rasulillah".[9]
قال رسول الله: إنما يرحم الله من عباده الرحماء
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang".[10]

Penghinaan dan pukulan bisa menghilangkan kasih sayang dan kecintaan dari hati para anak terhadap bapak mereka, Berapa banyak anak lelaki atau perempuan yang terjatuh dalam tempat kerusakan karena mencari ketenangan hati. Mengenyangkan anak dengan kasih sayang, kelembutan dan kecintaan termasuk keharusan dalam pendidikan. Berapa banyak anak perempuan yang diperlakukan dengan kasar kemudian dia lari dari rumahnya dan terjatuh pada orang yang tidak amanah lagi  pendusta sehingga mempermainkannya? Demikian pula anak lelaki, akan tetapi apa penyebabnya?.
Renungilah kisah al-Aqra' bin Habis ketika melihat Nabi mencium Hasan, "Sesungguhnya aku memiliki sepuluh anak, dan aku tidak pernah mencium seorangpun".
Maka Rasulullah berkata, "Apa yang akan aku miliki jika Allah mencabut dari kalian rasa kasih sayangitu ?".[11]
Kelembutan, kasih sayang, perbincangan dan pendidikan yang baik bisa menyebabkan kedua orang tua mendapatkan bakti anak.  Barangsiapa yang tumbuh di atas kekerasan dan kebencian atau hilangnya kasih sayang kedua orang tua, niscaya dia akan terjatuh dalam penyimpangan, bisa jadi akan menempuh jalan kedurhakaan. Namun apa penyebabnya?. Wahai para bapak, kasih sayang adalah salah satu kebutuhan sebagaimana makanan dan minuman. Apakah engkau telah mengenyangkan anak-anakmu dengan kasih sayang dan kelembutan?.

Kelima:
Perceraian.
Sebagian suami istri melupakan keutamaan antara mereka berdua, kadang orang tua menjadikan anak sebagai sasaran untuk menyakiti pasangannya. Bahkan ada orang tua yang menyeret anak untuk durhaka dengan membenci mantan pasanganya. Memerintahkan anaknya untuk tidak menyambung silaturahmi dan tidak mendengarkan perkataan orang tua(mantan pasangannya), maka ortulah yang menyebabkan anak durhaka. Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka.

Keenam:
Orang tua meninggalkan anak-anaknya.
Berbeda antara pendidikan yang jelek dengan meninggalkan pendidikan. Sesungguhnya dosa yang paling besar adalah menyia-nyiakan anak. Sebagian para bapak meninggalkan anak-anak mereka dan menjadikan mereka yatim padahal bapak mereka masih hidup dan mendapatkan rezki. Kadang sang bapak dekat dengan badannya namun jauh dengan hatinya, kelembutannya, kasih sayangnya dan pergaulannya. Sebagian para bapak sengaja memutus hubungan dengan anak-anaknya dan melupakan bahwa dia seorang bapak tempat memberikan kasih sayang dan perhatian.
Bukanlah anak yatim yang telah berakhir kedua orang tuanya
Atau Menghadapi kesulitan hidup dan melupakannya
Sesungguhnya anak yatim adalah anak yang menjumpai
Ibunya yang meninggalkannya atau bapak yang sibuk (dengan urusannya).

Kisah seorang ustadz dan napi
Ustadz tadi menuturkan : “ Pada suatu hari aku diundang untuk menyampaikan ceramah di penjara. Setelah aku duduk di kursi yang berhadapan dengan orang-orang yang dipenjara, aku mendengarkan pembukaan ceramah sebelum aku berceramah, aku memandang wajah-wajah orang yang di penjara. Ketika aku melihat-lihat dengan mataku, pandangan mataku tertuju pada salah seorang siswaku yang pernah aku ajar di tingkat SMA, duduk dibelakang masjid dengan menundukkan kepalanya. Kadang mencuri pandang kepadaku. Aku berkata dalam hati, Fulan telah besar dan menjadi pengawas di penjara. Setelah selesai kajian, siswaku tersebut segera meninggalkan masjid, sehingga aku heran. Padahal aku menyangka bahwa dia akan bersegera menyambut gurunya. Sehingga aku heran dengan perbuatannya tersebut dan muncullah berbagai pertanyaan dalam benakku. Aku segera bertanya kepada pembuka kajian tentang pegawai ini. Dia menjawab, Sesungguhnya dia salah satu orang napi bukan pegawai di sini.
Aku berkata, "Seorang napi?". Dia menjawab, "Ya, seorang napi di sini". Dia menjawabnya dengan hati yang menggambarkan rasa sakit karena sebab keluarganya yang menjadikan dia menyimpang.
Bapaknya seorang fasik peminum khamer dan menuruti syahwat. Ibunya tidak memiliki kelembutan seorang ibu dan menyerahkan pendidikan anak kepada pembantu. Dia hidup di keluarga yang rusak. Bapak ibunya menjadi sebab kebinasaan anak. Dia tidak mendapati dalam keluarganya ketenangan dan kasih sayang, akan tetapi yang ada adalah masalah yang disusul dengan masalah yang lain sehingga menjadikan anak ini melakukan kejahatan di keluarganya dan dimasukkan penjara. Aku menggambarkan kondisinya berucap:
Wahai ustadz, jangan terburu-buru
Sesungguhnya aku tidak melakukan kejahatan apapun
Semua yang terjadi karena
Aku tinggal di rumahku dengan kesengsaraan
Dengan kesengsaraan yang dibuat suatu kaum
Siapa mereka?
 Mereka kedua orang tuaku
Ketika aku disusui dengan kegalauan di waktu kecil
Dan keyatiman benar-benar membakar kulitku
Penduduk desa menyaksikan masa kecilku
Tidak pernah aku seharipun bermaksiat
Pada suatu hari bapakku memanggilku
Sungguh itu hari yang menyenangkan
Akan tetapi kebahagian itu berlalu
Dan kesengsaraanku menguasai diriku
Hari itu telah mengharamkan cita-citaku
Dan aku benar-benar mengumpulkan kegalauan
Bapakku berlepas diri dari diriku
Dan aku menjadi jauh dari dirinya
Demikianlah aku menghabiskan malam-malamku
Aku tidak dianggap hidup di hadapan manusia
Menjadilah pagi hariku dalam kesengsaraan
Demikianlah kondisi hidupku
Hari-haripun berlalu
Dan pada hari ini aku terlupakan
Segala sesuatu pada diriku telah mati
Apakah engkau melihat kehidupan pada diriku?
Di dalamnya apa yang aku rasakan kesusahan selama ini
Dari sekitarku dan sekelilingku
Manusia menuduhku dengan kedhaliman
Sedangkan aku berlepas diri darinya
Penjaga penjara mengikat tanganku
Dan suatu kaum berjalan di atasku
Penjaga penjara tidak tahu bahwa aku
Tidak pernah melakukan kehinaan seharipun
Penjaga penjara tidak tahu bahwa aku
Berteriak untuk mengobati diri
Penjaga penjara tidak tahu bahwa aku aku dan akuuuu.......
Semua dosaku karena ibuku
Tidak menyayangiku meskipun sehari
Semua dosaku karena aku seorang anak
Dari bapak yang tidak baik
Wahai ustadz, jangan terburu-buru
Siapa yang kamu lihat sesat di antara kami
Apakah aku atau kedua orang tuaku?
Lihatlah perkara ini dengan seksama

Ketujuh:
Tidak adil dalam Poligami
Poligami permasalahan yang diijinkan oleh syariat namun dengan ketentuan syar'i.
Akan tetapi sebagian para bapak berbuat curang dan tidak adil  dalam pergaulan dg istri dan pembagian hari dalam poligami. Dia meninggalkan salah satu istrinya dan anak-anak istri tersebut lalu menjauhi mereka. Tidak memperhatikan dan mengunjungi mereka sehingga mereka kehilangan kasih sayang seorang bapak. Anak-anak tumbuh jauh dari bapak mereka, inilah penyebab itu. Mereka akan hidup dalam kebencian terhadap saudara maupun keluarga n]besar mereka. Dan tentunya akan dapat terperosaok dalam perbuatan durhaka kpd orang tua....
Janganlah berpoligami jika tidak tau fiqihnya....!!!!!!

Semoga ulasan singkat ini bermanfaat. Wallhu A’lam bishowab.
By ; abu riyadl



[1] Dzammul Muskir: 60.
[2] Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud: 2769 dan al-Hakim dan dishahihkan al-Albani.
[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam buku al-'Iyal: 1/331.
[4] At-Tauqif ala Muhimmat at-Ta'arif karya Muhammad Abdur Rauf al-Munawi: 28, at-Ta'rifat: 20 dan al-Mausu'ah al-Fiqhiyah: 1/125.
[5] Muttafaq alaihi.
[6] Diriwayatkan ole hath-thabrani dan dishahihkan oleh Syeikh kami al-Albani dalam Shahih al-Jami': 1046.
[7] Al-Mughni: 1/340.
[8] Fathul Bari: 5/215.
[9] Diriwayatkan oleh Musli: 2316.
[10] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami': 2381.
[11] Diriwayatkan oleh Muslim: 2317.

2 komentar:

  1. assalamu'alaikum abu, ijin repost di blog saya. syukron

    BalasHapus
  2. syukron ustadz,,sangat bermanfaat,,
    barokallohu fik..aamiin

    BalasHapus